Indonesia Genjot Reformasi Arbitrase Nasional, Targetkan Kepastian Hukum untuk Investor
BALI— Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., secara resmi membuka ajang bergengsi Indonesia Arbitration Week (IAW) 2025 dan Indonesia Mediation Summit (IMS) 2025 di Pulau Dewata, Bali, pada Rabu (5/11). Pembukaan ini menjadi penanda ambisi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai pusat penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution/ADR) di tingkat global.
Acara yang menghimpun praktisi, akademisi, dan pemangku kepentingan hukum dari Asia Tenggara dan internasional ini dirangkaikan dengan penyerahan Indonesia Alternative Dispute Resolution (ADR) Award dan International Alternative Dispute Resolution Award 2025.
Dalam sambutan utamanya, Menko Yusril menegaskan bahwa penetapan Bali sebagai lokasi penyelenggaraan IAW dan IMS 2025 adalah sinyal kuat (power signal) kesiapan Indonesia untuk menjadi "poros dunia" dalam bidang penyelesaian sengketa. Ia menyoroti adanya pergeseran paradigma global, meninggalkan sistem peradilan yang kaku dan konfrontatif (adversarial system atau menang-kalah) menuju era baru yang lebih mengutamakan "win-win solution" melalui mekanisme mediasi dan arbitrase.
“Semangat ini bukan hanya modernitas hukum, tetapi juga sejalan dengan prinsip filosofis dan keagamaan kita, yakni 'maslahah' (kebaikan bersama) dan 'ishlah' (perdamaian),” ujar Menko Yusril, menekankan relevansi nilai-nilai lokal dan Islam dalam praktik ADR global.
Menko Yusril juga menegaskan bahwa pengembangan ADR merupakan pilar penting dalam agenda reformasi hukum nasional yang selaras dengan arahan kebijakan Presiden R.I. Penguatan jalur non-litigasi ini dinilai sangat krusial untuk menciptakan kepastian hukum (legal certainty), yang merupakan fondasi utama bagi akselerasi pembangunan ekonomi dan peningkatan daya saing investasi, terutama bagi investor asing.
Setelah sambutan Menko Yusril, fokus acara kemudian beralih pada upaya konkret reformasi sistem hukum di bidang penyelesaian sengketa. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Dr. Widodo, dalam keynote speech-nya menyampaikan usulan dua langkah reformasi besar dari Pemerintah Indonesia yang bertujuan meningkatkan kredibilitas dan daya saing sistem arbitrase nasional, khususnya di mata komunitas investor global. Usulan pertama adalah pembentukan "Badan Pengawas Arbiter" (Arbitrator Supervisory Body), yang ditujukan untuk memastikan independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas para arbiter. Sementara usulan kedua adalah pembentukan "Badan Eksekusi Putusan Arbitrase Independen" (Independent Arbitral Awards Execution Body), sebagai solusi struktural untuk memangkas birokrasi dan mempersingkat waktu eksekusi putusan arbitrase yang selama ini menjadi keluhan. Sebagai alternatif terhadap Badan Eksekusi Independen, Dirjen AHU juga mengemukakan opsi pembentukan "Kamar Arbitrase" (Arbitration Chamber) khusus di lingkungan peradilan umum. Secara keseluruhan, langkah-langkah reformasi struktural ini secara spesifik ditujukan untuk mengatasi isu klasik, yaitu lambatnya waktu eksekusi putusan arbitrase, guna mencerminkan kepastian hukum yang lebih baik dan lebih menarik bagi iklim investasi.
Rangkaian pembukaan semakin meriah dengan digelarnya Indonesia Alternative Dispute Resolution Award dan International Alternative Dispute Resolution Award 2025, sebagai bentuk apresiasi tertinggi terhadap individu, lembaga, dan perusahaan yang dinilai telah memberikan kontribusi signifikan dalam memajukan praktik mediasi dan arbitrase di Indonesia dan kancah internasional.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Keimigrasian dan Pemasyarakatan Kemenko Kumham Imipas, I Nyoman Gede Surya Mataram, S.H., M.H., Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali, Eem Nurmanah, perwakilan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali, serta undangan lainnya. (*)
